وَكَانَ لَهُۥ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَٰحِبِهِۦ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَنَا۠ أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا
Wakana lahu thamarun faqala lisahibihi wahuwa yuhawiruhu ana aktharu minka malan waaAAazzu nafaran
Selain kebun itu, orang yang kafir itu memiliki kekayaan lain yang berlimpah. Kekayaan itu telah membuat dirinya sombong lalu berkata kepada temannya yang beriman, "Kekayaanku lebih banyak dari kekayaanmu, dan pengikut-pengikutku pun lebih kuat."
وَدَخَلَ جَنَّتَهُۥ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِۦ قَالَ مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ أَبَدًا
Wadakhala jannatahu wahuwa thalimun linafsihi qala ma athunnu an tabeeda hathihi abadan
Suatu saat orang kafir itu, bersama temannya yang beriman, memasuki kebun kepunyaannya. Dengan tetap menunjukkan sikap sombong, dia berkata, "Dalam dugaanku, kebun ini tidak akan pernah musnah selamanya.
وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّى لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِّنْهَا مُنقَلَبًا
Wama athunnu alssaAAata qaimatan walain rudidtu ila rabbee laajidanna khayran minha munqalaban
Aku juga tidak pernah menyangka bahwa hari kiamat itu benar-benar akan terjadi. Kalau saja hal itu benar dan aku akan dikembalikan kepada Tuhan sesudah hari kebangkitan nanti, sebagaimana kamu katakan, pasti aku akan mendapatkan yang lebih baik dari kesenangan saat ini. Karena bagaimanapun aku adalah orang yang berhak mendapatkan kesenangan hidup." Orang kafir itu menganalogikan hari akhirat yang gaib dengan kehidupan duniawi. Dia sama sekali tidak mengerti bahwa kehidupan akhirat merupakan hari pemberian pahala bagi yang beriman dan berbuat kebajikan.
قَالَ لَهُۥ صَاحِبُهُۥ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَكَفَرْتَ بِٱلَّذِى خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّىٰكَ رَجُلًا
Qala lahu sahibuhu wahuwa yuhawiruhu akafarta biallathee khalaqaka min turabin thumma min nutfatin thumma sawwaka rajulan
Sahabatnya yang beriman itu mengatakan, "Apakah kamu merelakan dirimu mengingkari Tuhan yang telah menciptakan moyangmu, Adam, dari segumpal tanah dan menjadikan keturunannya dari setetes air mani. Jika kamu bangga dengan harta dan pengikut-pengikutmu, maka ingatlah Tuhan yang telah menciptakan dirimu dari tanah.
لَّٰكِنَّا۠ هُوَ ٱللَّهُ رَبِّى وَلَآ أُشْرِكُ بِرَبِّىٓ أَحَدًا
Lakinna huwa Allahu rabbee wala oshriku birabbee ahadan
Tetapi aku akan mengatakan, 'Sesungguhnya yang menciptakan diriku dan menciptakan alam semesta ini adalah Allah, Tuhanku. Hanya Dia yang aku sembah dan aku tidak akan mempertuhan selain Dia. '
وَلَوْلَآ إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَآءَ ٱللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّهِ إِن تَرَنِ أَنَا۠ أَقَلَّ مِنكَ مَالًا وَوَلَدًا
Walawla ith dakhalta jannataka qulta ma shaa Allahu la quwwata illa biAllahi in tarani ana aqalla minka malan wawaladan
Seandainya saat memasuki kebun dan memperhatikan tanaman yang ada di dalamnya itu kamu mengatakan, 'Masya Allah! Aku tidak mempunyai kekuasaan untuk mewujudkan semua itu kecuali dengan pertolongan Allah,' maka hal itu merupakan ungkapan rasa syukur yang dapat menjamin keabadian nikmat- nikmat itu." Orang yang beriman itu melanjutkan, "Kalaupun kamu melihat diriku lebih miskin dan lebih sedikit anak dan pengikutnya,
فَعَسَىٰ رَبِّىٓ أَن يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِّن جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا
FaAAasa rabbee an yutiyani khayran min jannatika wayursila AAalayha husbanan mina alssamai fatusbiha saAAeedan zalaqan
aku berharap semoga Tuhanku memberiku kenikmatan yang lebih baik dari kebunmu di dunia atau dari surgamu di akhirat nanti. Atau sebaliknya, barangkali Tuhan mengirimkan bencana yang akan menimpa kebunmu seperti petir yang menyambar dari langit yang membuat kebunmu berubah menjadi tanah gersang, rata dan tidak bisa ditanami.
أَوْ يُصْبِحَ مَآؤُهَا غَوْرًا فَلَن تَسْتَطِيعَ لَهُۥ طَلَبًا
Aw yusbiha maoha ghawran falan tastateeAAa lahu talaban
Atau menjadikan air itu meresap ke dalam bumi hingga sulit dijangkau, lalu kamu akan bersusah payah menggalinya untuk mengairi kebunmu."
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِۦ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَآ أَنفَقَ فِيهَا وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَٰلَيْتَنِى لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّىٓ أَحَدًا
Waoheeta bithamarihi faasbaha yuqallibu kaffayhi AAala ma anfaqa feeha wahiya khawiyatun AAala AAurooshiha wayaqoolu ya laytanee lam oshrik birabbee ahadan
Dan benar, Allah mempercepat datangnya bencana itu. Allah mendatangkan kerusakan yang menghabiskan tanaman dan buah yang dihasilkan kebun itu, memakan habis sampai ke akar-akarnya. Orang kafir itu hanya bisa membolik-balikkan telapak tangan tanda penyesalan dan kerugian atas semua yang telah dia keluarkan untuk memodali kebunnya. Kerusakan itu memang begitu cepat datangnya. Ketika itulah orang kafir itu berangan-angan andaikata dia tidak menyekutukan Allah.
وَلَمْ تَكُن لَّهُۥ فِئَةٌ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مُنتَصِرًا
Walam takun lahu fiatun yansuroonahu min dooni Allahi wama kana muntasiran
Tatkala bencana itu datang, dia tidak lagi mempuyai penolong yang dulu dibangga-banggakannya. Bahkan dia tidak mampu menolong dirinya sendiri, karena penolong yang sebenarnya hanyalah Allah.
Contact Us
Thanks for reaching out.
We'll get back to you soon.